Kenaikan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara Menunjukkan Peningkatan Laju Inflasi

by -112 Views

MEDAN, Waspada.co.id – Kenaikan UMP sebesar 3,67 persen Sumut lebih mencerminkan kenaikan laju tekanan inflasi, dan kurang mempertimbangkan laju pertumbuhan ekonomi.

Inflasi Sumut year to date itu sejauh ini angkanya 1,22 persen ekspektasinya hingga tutup tahun masih akan di kisaran 2 persen. Jadi kalau mempertimbangkan laju kenaikan inflasi, sebenarnya kenaikan UMP sudah mampu mengcover kenaikan biaya hidup.

Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, menuturkan di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan berada di level 5 persen pada tahun 2023 ini. Jadi jelas kenaikan UMP tidak menambahkan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi.

“Dan realisasi kenaikan UMP ini jauh dari harapan kaum buruh yang sebelumnya mengharapkan kenaikan upah double digit. Saya menilai kenaikan UMP ini juga lebih mendekati kinerja sektor usaha manufaktur di wilayah Sumut,” tuturnya, Rabu (22/11).

Sektor manufaktur yakni industri pengolahan secara kumulatif mengalami kenaikan sebesar 3,54 persen hingga kuartal ketiga 2023. Memang buruh banyak berkarya di sektor tersebut, meskipun ada buruh yang bekerja disektor usaha lainnya. Harapannya semoga perusahaan lain yang kondisi bisnisnya tumbuh bagus atau tumbuh diatas rata rata pertumbuhan ekonomi selama tahun 2023 ini, bisa memberikan kenaikan upah yang lebih tinggi.

“Mengingat pertumbuhan ekonomi Sumut yang mencapai 5 persen belakangan ini bukanlah merupakan capaian business as usual. Pemerintah banyak melakukan intervensi dengan program bantuan ke masyarakat yang lebih mendorong tumbuhnya sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha transportasi dan pergudangan. Dua sektor tersebut secara kumulatif di tahun 2023 tumbuh 5,45 persen dan 13,39 persen,” ungkapnya.

Namun pertumbuhan usaha di dua sektor tersebut tidak dominan dalam penyediaan tenaga kerja atau buruh. Tidak sebanyak industri manufakturnya, karena manufaktur yang lebih unggul dalam menyerap lapangan pekerjaan termasuk para kaum buruh.

“Sehingga saya berkesimpulan kenaikan upah ini lebih merefleksikan kondisi ketenaga-kerjaan di sektor lapangan usaha manufakturnya,” terangnya.

“Kalau melihat kinerja ekonomi Sumut secara makro, kenaikan UMP ini tetap bisa berpeluang menekan kinerja perusahaan di sektor tertentu, dan pada dasarnya kenaikan UMP ini yang sebesar Rp. 99.822, sekitar 33 persen akan habis untuk mengkompensasi kenaikan harga beras dan gula pasir. Harga beras sejak awal tahun 2022 hingga saat ini sudah naik sekitar 8,3 persen dan gula pasir juga naik sebesar 13 persen,” ungkapnya lagi.

Dengan asumsi jika sumber pendapatan satu orang kepala keluarga sebesar UMP dengan kenaikan 3,67 persen dan harus membiayai 1 orang istri dan dua orang anak. Maka sekitar 32.413 (33 persen) kenaikan upah tadi akan habis untuk mengkompensasi kenaikan harga gula pasir dan beras.

“Belum lagi mempertimbangkan kenaikan harga cabai saat ini yang mencapai rata-rata 80 ribu per Kg nya dan kenaikan harga kebutuhan lainnya. Saya melihat kenaikan UMP tersebut tidak akan memperbaiki daya beli masyarakat,” tandasnya. (wol/eko/d1)

Editor: Ari Tanjung