JAKARTA, Waspada.co.id – Nilai tukar rupiah pada Rabu (6/3) masih berisiko melemah terbatas terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jelang rilis data tenaga kerja AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan rupiah hari ini akan bergerak fluktuatif, tetapi ditutup melemah pada rentang Rp15.760–Rp15.820 per dolar AS. Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 29 poin atau 0,18% menuju level Rp15.771 per dolar AS pada Selasa (5/3). Adapun indeks dolar AS meningkat sebesar 0,09% ke posisi 103,92.
Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia mayoritas ditutup melemah. Ringgit Malaysia, misalnya, melemah 0,18%, won Korea turun 0,24%, dan baht Thailand melemah 0,22%. Adapun rupee India juga mencatatkan pelemahan sebesar 0,03%.
Ibrahim Assuaibi menyatakan kesaksian Ketua The Fed Jerome Powell dan data nonfarm payrolls sangat ditunggu pasar untuk mengetahui petunjuk lebih lanjut terkait dengan suku bunga AS.
“Para analis memperkirakan Powell akan menegaskan kembali pendiriannya bahwa The Fed perlu lebih diyakinkan inflasi bergerak kembali menuju target tahunan bank sebesar 2%,” ujarnya dalam riset yang dipublikasikan pada Selasa (5/3).
Dia juga menilai Jerome Powell akan mempertahankan sikap hawkish. Namun, berdasarkan alat CME Fedwatch, para pelaku pasar masih mempertimbangkan peluang lebih besar untuk penurunan suku bunga 25 basis poin pada Juni mendatang.
Selain kesaksian Ketua The Fed, fokus pelaku pasar juga tertuju pada data nonfarm payrolls utama untuk Februari, yang akan dirilis pada Jumat (8/3). Pasar tenaga kerja yang melemah juga merupakan salah satu pertimbangan utama The Fed untuk mengubah suku bunga.
Dari kawasan Asia, China menetapkan target Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5% pada 2024 atau tidak berubah dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, dengan target fiskal stagnan, investor mulai bertanya-tanya seberapa besar target tersebut dapat dicapai.
Sementara itu, dari dalam negeri, pasar saat ini memantau perkembangan rapat paripurna DPR yang diwarnai dengan interupsi mengenai tentang kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang dimotori oleh Fraksi PDIP, PKB dan PKS serta Nasdem. Bahkan fraksi PDIP, PKS dan PKB serta Nasdem terus menyuarakan menyinggung soal penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan penyelenggaraan Pilpres 2024.
“Jika nantinya pemerintah terbukti melakukan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, maka harus ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, jika tidak terbukti maka bisa menjadi klarifikasi isu negatif kepada pemerintah,” kata Ibrahim.
Selain itu fraksi PDIP, PKB dan PKS menambahkan, fasilitas negara tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi ataupun sekelompok pihak saja. Termasuk, dalam konteks penyelenggaraan pemilu sehingga pemilu ke depan bisa terjamin kualitasnya.
Bank Indonesia (BI) meramal kinerja nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi anjlok pada semester II/2024. Hal itu menjadi sentimen positif bagi penguatan rupiah. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan dolar memang masih akan menguat dalam beberapa waktu ke depan, namun pada paruh kedua nanti akan melemah akibat berubah-ubahnya kebijakan pemerintah AS.
“Kami masih melihat dolar AS akan melemah di semester kedua [2024], ketika Amerika Serikat mengubah kebijakan-kebijakan mereka dan arah kebijakan mereka,” ujarnya dalam Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, Selasa (5/3).
Dengan kondisi demikian, Perry juga masih menyoroti kewaspadaan pihaknya terhadap ketidakpastian keuangan global. Sejalan dengan hal tersebut, Perry optimistis pada semester II/2024 pula nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat
“Kami fokus melakukan stabilisasi nilai tukar. Kami meyakini bahwa nilai tukar [rupiah] akan mengalami apresiasi di semester kedua tahun ini,” lanjutnya.
Untuk itu, Perry bakal memastikan bahwa apresiasi penguatan nilai tukar akan mampu memperkuat pengendalian inflasi dan juga bisa mendukung tingkat pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia pun masih menjaga suku bunga acuan atau BI Rate di level 6% dan berencana menurunkannya pada paruh kedua 2024.
Sepanjang menuju semester II tahun ini, Bank Indonesia akan terus mengupayakan stabilisasi nilai tukar, salah satunya melalui penawaran instrumen Sekuritas Rupiah BI atau SRBI. Untuk tahun ini, pemerintah mematok asumsi nilai tukar pada 2024 berada di level Rp15.000 per dolar AS. (wol/bisnis/ari/d1)