Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

by -142 Views

Oleh Prabowo Subianto, yang diambil dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi softcover keempat.

Koperasi pada dasarnya tentang menyamakan peluang. Mereka ada untuk memberdayakan mereka yang kurang beruntung, oleh karena itu revitalisasi koperasi dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa kita harus menguatkan koperasi dengan merugikan sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Tetapi koperasi yang bertugas untuk mendukung atau memberdayakan yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan persaingan tetapi tentang maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi negara kita. Masing-masing, dengan kekuatannya yang unik, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah berhasil di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China.

Ada waktu di mana koperasi Indonesia iri bagi banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif kami seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kita menuju swasembada.

Saya yakin dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia dapat berkembang dan menjadi alat yang kuat untuk kesetaraan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Sebagai contoh, mari kita bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyat membangun pabrik-pabrik tersebut. Modal kerja adalah uang rakyat. Tetapi, setelah pupuk diproduksi dan siap untuk didistribusikan, akhirnya berada di tangan distributor swasta. Pada era Presiden Suharto, era Orde Baru, tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena beberapa melihat koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka digantikan oleh perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perseroan terbatas (PT), membawa skenario yang terlalu akrab di Indonesia, bukan? Nepotisme menjadi pusat perhatian.

Oleh karena itu, kita perlu kembali ke prinsip-prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang rakyat; distribusinya juga seharusnya oleh rakyat, melalui koperasi dan pemerintah jika diperlukan.

Selain sebagai alat untuk kesetaraan, koperasi juga dapat mendorong swasembada kita. Namun, ini memerlukan upaya bersama, pemikiran, dan komitmen yang serius. Kita tidak bisa menganggap ini sebagai bisnis seperti biasa. Ini bukan tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai usaha nasional.

Source link