Baleg DPR RI Membatalkan Pembahasan RUU Penyiaran – Waspada Online

by -121 Views

JAKARTA, Waspada.co.id – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyatakan pihaknya telah memutuskan untuk menunda pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Keputusan ini diambil karena DPR tidak ingin ada pembatasan terhadap kegiatan pers.

“Kita tidak ingin kemerdekaan pers terganggu. Pers sebagai lokomotif dan salah satu pilar demokrasi harus dipertahankan karena itu penting bagi demokrasi,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/5).

Supratman menjelaskan bahwa Baleg DPR RI telah mendengarkan usulan terkait RUU Penyiaran ini oleh Komisi I DPR RI. Hal ini juga sudah disampaikan ke seluruh media beberapa waktu lalu.

“Kemudian yang kedua, saya diminta oleh fraksi kami untuk sementara tidak membahas RUU Penyiaran,” ujarnya.

Penundaan pembahasan tersebut ditujukan kepada dua poin yang menjadi polemik, yaitu posisi dewan pers dan jurnalistik investigasi.

“Artinya begitu (ditunda pembahasan RUU Penyiaran) perintahnya,” ucapnya.

Sebelumnya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyampaikan keprihatinannya terhadap draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang sedang dibahas di Badan Legislasi DPR.

IJTI menilai beberapa pasal dalam draf tersebut berpotensi mengancam kemerdekaan pers, terutama terkait penayangan karya jurnalistik investigasi dan penyelesaian sengketa jurnalistik.

Dalam sebuah siaran pers yang dirilis hari ini (11/5), IJTI menyoroti proses penyusunan draf yang dianggap “tidak cermat” dan keberatan atas pasal yang mengatur larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi di televisi.

Pasal 50B ayat 2 huruf c dinilai dapat membatasi kebebasan jurnalis dalam menyajikan investigasi yang mendalam kepada publik.

“Saat ini, karya jurnalistik yang dihasilkan dengan mematuhi kode etik, berdasarkan fakta dan data yang benar serta dibuat secara profesional seharusnya tidak dibatasi penayangannya. Pasal ini justru bisa diartikan sebagai bentuk intervensi dan upaya pembungkaman terhadap pers,” kata Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan. (wol/man/d2)