GENERAL TNI (RET.) WISMOYO ARISMUNANDAR

by -92 Views

Pak Wismoyo Arismunandar adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Ajarannya mempengaruhi saya secara pribadi. Ajaran utamanya kepada para prajuritnya adalah untuk selalu berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya berpikir buruk tentang orang lain. Itulah ajaran dari beliau yang selalu saya ingat di dalam hati saya. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang dia ajarkan sangat berguna dan sesuai dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengatakan bahwa pria yang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menenangkan para prajuritnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena para prajuritnya selalu menjalankan perintah dari komandannya.

Saya pertama kali bertemu dengan Pak Wismoyo Arismunandar ketika saya bergabung dengan KOPASSANDHA. Beliau menjabat sebagai Wakil Asisten Keamanan (Waaspam) KOPASSANDHA dengan pangkat Letnan Kolonel, sedangkan saya adalah Letnan Dua. Saat itu, saya baru saja mengetahui bahwa beliau adalah ipar Pak Harto. Istrinya adalah adik dari Ibu Tien Suharto. Awalnya, saya tidak terlalu dekat dengan beliau. Tetapi pada tahun 1978, beliau menjadi Komandan kami di Kelompok 1 KOPASSANDHA. Saat itu, saya adalah Komandan Kompi 112. Jadi saya mulai mengenal Pak Wismoyo Arismunandar. Beliau adalah seorang komandan yang sangat mempengaruhi saya. Credo-nya ‘Berpikir baik, berbuat baik, dan berbicara dengan baik’ mempengaruhi saya secara pribadi. Seseorang tidak boleh membiarkan dirinya menginginkan yang tidak baik kepada orang lain. Itulah ajaran dari beliau yang selalu saya ingat di dalam hati saya. Beliau selalu menghargai semangat dan humor yang baik. Oleh karena itu, beliau selalu mendorong kita untuk penuh semangat, penuh antusiasme dan juga memberikan tepuk tangan dengan murah hati setiap kali diperlukan. Banyak senior dan rekan-rekan meledeknya karena begitu perhatian pada hal-hal sepele seperti tepuk tangan. Mungkin bagi mereka, itu sepertinya sepele. Bagi saya, saya pikir beliau benar. Untuk membuat pasukan kita dan diri kita sendiri bahagia dan penuh semangat, kita harus memulainya dengan memperhatikan hal-hal sepele seperti itu.

Ketika memasuki Kongres AS, saya melihat anggota Kongres AS selalu menyambut Presiden Amerika Serikat dengan tepuk tangan meriah. Hampir semua orang memberikan tepuk tangan berdiri. Anggota DPR juga menyambut Presiden Indonesia dengan tepuk tangan ketika memasuki ruang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tetapi tepuk tangan biasanya pelan. Kurangnya antusiasme dan semangat. Saya menganggap bahwa nilai-nilai yang beliau ajarkan sangat bermanfaat dan sesuai dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengatakan bahwa pria yang berani harus bahagia. Beliau juga mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menenangkan dan menghibur para prajuritnya melalui bernyanyi, olahraga, dan kegiatan kelompok lainnya karena mereka menjalankan perintah dari komandannya setiap harinya. Oleh karena itu, bagi beliau tidak masalah apakah nyanyian komandan itu bagus atau buruk. Yang penting adalah niat komandan untuk menghibur para prajuritnya. Inilah mengapa beliau juga sering berlatih bernyanyi. Suatu hari, ada sebuah upacara di KOPASSUS. Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), beliau bertindak sebagai inspektur upacara. Saat itu, saya menjabat sebagai Komandan Pusat Pendidikan KOPASSUS (Danpusdik). Saya adalah komandan lapangan di upacara tersebut. Sebelum upacara dimulai, saya merasa bahwa Pak Wismoyo akan meminta saya untuk menyanyi. Oleh karena itu, saya berlatih bernyanyi di rumah sehari sebelum upacara. Saya memanggil seorang pemain keyboard dan seorang penyanyi yang sering bernyanyi untuk KOPASSUS. Saya berlatih bernyanyi lagu Ambon berjudul “O Ulate”, lagu yang seru, ceria, dan tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Selama puluhan tahun, lagu itu selalu menjadi lagu pilihanku. Pemain keyboard memberi tahu saya bahwa Pak Wismoyo juga mengundang mereka ke KOPASSUS untuk acara besok. Sungguh kebetulan yang mengagumkan. Alam bersama saya saat itu. Jadi saya meminta dia untuk memberi isyarat kepada saya kapan saya harus mulai bernyanyi setelah musik bermain, tetapi kami harus pura-pura tidak saling kenal. Firasat saya benar. Setelah upacara, musik mulai dimainkan. Pak Wismoyo kemudian mencari saya, memanggil saya, dan memberi perintah kepada saya untuk bernyanyi. Saya bilang saya sudah siap. Orang-orang kemudian tertawa pada saya. Saya dianggap sebagai penyanyi yang buruk dan akan grogi di atas panggung. Namun, mereka langsung terkesima saat saya mulai bernyanyi. Mereka tidak tahu bahwa saya telah berkoordinasi dengan pemain keyboard sehari sebelumnya. Filosofi yang saya pelajari dari ajaran Pak Wismoyo adalah bahwa pria yang berani harus bahagia dan penuh semangat. Seorang pemimpin harus dapat menciptakan suasana yang bahagia. Oleh karena itu, Pak Wismoyo selalu merekomendasikan, antara lain, bahwa ketika para prajuritnya berkumpul, pemimpin harus hadir di tengah-tengah mereka. Jika para prajuritnya menyanyi, pemimpin harus menyanyi bersama meskipun suaranya tidak selaras. Jika para prajuritnya suka menari, maka pemimpin juga harus menari bersama mereka. Jika para prajuritnya suka musik dangdut, maka begitu juga pemimpin. Jika para prajurit suka tari poco-poco, pemimpin harus ikut serta dan bukan hanya duduk dan menonton. Jika seorang pemimpin melakukan hal ini, dia akan sangat dihargai oleh para prajuritnya, dan ikatan itu menjadi lebih kuat. Itulah yang selalu ditekankan oleh Pak Wismoyo, ‘kesatuan antara pemimpin dan prajuritnya’. Oleh karena itu, saya juga selalu berusaha menciptakan lingkungan yang bahagia. Pada waktu yang tepat, harus ada musik, semua orang harus ceria, dan harus keras; semua orang harus bersenang-senang, menikmati diri mereka sendiri. Pak Wismoyo jarang marah, bahkan jika dia kesal dengan seseorang; dia pemaaf. Dia sering memberi kesempatan kedua, atau bahkan ketiga, kepada siapa pun yang melakukan kesalahan. Ada motto beliau yang sering saya ingat hingga sekarang. Saya bahkan menerapkan motto ini di GERINDRA. Motto beliau adalah: disiplin itu napasku, loyalitas itu jiwaku, kehormatan adalah segalanya. Pelajaran berikutnya adalah ojo ngerasani wong. Artinya jangan berbicara buruk tentang orang lain. Beliau sering mengutip nasihat Pak Harto: Ojo adigang, adigung adiguna. Dalam istilah awam, jangan sombong. Selain memberikan ajaran filosofis, beliau juga memberi contoh bagi kami. Suatu kali, kami memiliki latihan di Lampung, dan kami melakukan lompat parasut. Beliau bersikeras untuk ikut serta dan berpartisipasi meskipun lututnya cedera. Sebelum mendarat, kami mengatur agar dia mendarat di sebuah rawa kecil. Lebih baik baginya untuk basah daripada memperparah cederanya. Beliau suka berolahraga; renang, voli, dan menembak. Dia sangat pandai dalam menembak. Beliau juga mendorong saya untuk belajar menembak. Selain itu, sebagai anggota Korps Infanteri, kita harus pandai menembak. Kita harus belajar menembak pistol, senapan, senapan serbu, dan senapan runduk. Kita akan menjadi bahan tertawaan jika kita, sebagai anggota Korps Infanteri, yang tanda pengenalnya adalah dua senjata yang bersilang di bahu dan kerah seragam, tidak bisa menembak. Sejak saya menjadi Kapten, berkat latihan yang terus-menerus, saya berhasil menjadi salah satu penembak terbaik di KOPASSUS dan KOSTRAD. Ketika beliau menjadi Panglima KOSTRAD (Pangkostrad), dan Panglima Angkatan Darat (KASAD), beliau sering meminta saya untuk bergabung dengan timnya dalam setiap kompetisi menembak. Selain saya, beliau juga selalu memasukkan Tono Suratman, Rasyid Qurnuen Aquary, Syaiful Rizal, Zamroni dalam tim menembak KASAD. Ada satu hal lagi yang membuat saya terkesan. Ketika saya hendak berangkat untuk operasi pertama saya sebagai Komandan Kompi pada akhir Oktober 1978, pukul 20:00, malam sebelum saya berangkat jam 04:00 dari Bandara Halim Perdanakusuma, dia memanggil saya ke rumahnya di Cijantung. Beliau bertanya tentang persiapan saya untuk operasi. Saya menjelaskan bahwa segala sesuatunya telah disiapkan: senjata, peluru, kompas, obat-obatan, ransum, logistik. Tetapi beliau masih bertanya apa lagi yang harus saya persiapkan. Beliau mengulanginya beberapa kali. Saya bingung cara menjawab pertanyaan ini karena saya telah menyebutkan semua peralatan. Lalu beliau menjelaskan poinnya. Beliau mengatakan bahwa saya masih muda dan saya bertanggung jawab atas nyawa 100 prajurit dan bahwa kita semua akan menghadapi risiko cedera atau kematian. Oleh karena itu, beliau mengingatkan saya sebagai seorang komandan bahwa saya harus dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Lalu beliau masuk ke kamarnya…

Source link