LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -52 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Bab Pengalaman I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pembela rakyat, dan pahlawan keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh negara lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Terkadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung lupa akan cerita para pendahulu kita. Terkadang kita lupa akan sejarah kita sendiri dan meragukan identitas kita.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Ia adalah putra kedua dari Sultan Malikussaid. Ia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jantan Timur.

Sejak kecil, sudah terlihat bahwa ia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain cerdas, ia juga pandai dalam perdagangan. Maka dari itu, ia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Ia sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan dapat memperdalam pengetahuan dan seni diplomasi dan peperangan. Ayahnya beberapa kali mempercayakan tugas kepadanya untuk menjadi duta yang mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Saat berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan hati Sultan Hasanuddin tercermin dalam penolakannya terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk mengendalikan Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menjunjung prinsip-prinsip nenek moyangnya bahwa ia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Gowa memiliki peran penting dalam kegiatan perdagangan di seluruh Nusantara, khususnya di Nusantara Timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan laut. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan di Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk menguasai Kesultanan tersebut. Hal ini akhirnya menyebabkan perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian memicu perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, kesepakatan ini mengakibatkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian tersebut memungkinkan VOC untuk memaksa Gowa-Tallo menerima hak monopoli dalam perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara-negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar reparasi perang.

Sultan Hasanuddin melawan balik dalam beberapa tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan yang dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama runtuhnya Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link