Mazda telah mengalami beberapa kesulitan dalam merilis kendaraan listrik pertamanya, MX-30, yang dianggap sebagai kegagalan. Selain itu, model terbarunya, EZ-6, dikatakan memiliki kemiripan dengan model Changan yang ada di bawahnya. Hal ini menunjukkan bahwa Mazda tengah menghadapi tantangan dalam mengadopsi teknologi elektrifikasi, terutama karena perusahaan ini kalah bersaing dengan perusahaan mobil besar seperti BYD atau Tesla.
Dalam menghadapi keterbatasan keuangan, Mazda memilih untuk berkolaborasi dengan perusahaan lain, seperti Changan, Toyota, dan merek lainnya, untuk meminimalkan biaya dan meningkatkan efisiensi produksi di masa depan. Strategi ini diarahkan untuk menjaga Mazda tetap relevan di era transisi dari penggerak konvensional menuju listrik, yang dinyatakan oleh perusahaan sebagai “fajar elektrifikasi”.
Meskipun Mazda telah mengumumkan mundur dari rencana mobil listrik sebelumnya dan memotong dana investasi, perusahaan ini masih tetap berkomitmen untuk mengembangkan EV. Rencana jangka pendeknya termasuk merilis model EZ-6 di Eropa dan mengembangkan crossover CX-6e, meskipun mereka akan dikenakan tarif karena diproduksi di Cina.
Mazda juga tengah merancang mobil listrik berikutnya yang dijadwalkan untuk debut pada tahun 2027. Model ini akan menjadi crossover global dengan harga yang terjangkau, dirancang untuk diproduksi di jalur yang sama dengan model ICE Mazda untuk mengurangi biaya produksi.
Selain itu, Mazda terus mengembangkan mesin pembakaran dalam, termasuk mesin Skyactiv Z 2.5 liter yang akan debut pada model CX-5 terbaru. Mesin ini kemungkinan akan menjadi bagian dari sistem hibrida untuk memenuhi standar emisi yang ketat. Teknologi hemat bahan bakar yang digunakan pada mesin ini juga akan diaplikasikan pada mesin lainnya untuk mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi.