Komisi III DPR RI mendorong untuk menyelesaikan pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa Pasal 77 dalam RUU KUHAP tidak mengecualikan pasal penghinaan presiden dari mekanisme tersebut. Menurutnya, hal ini penting karena kasus penghinaan presiden seringkali berkaitan dengan ujaran yang dapat memiliki banyak tafsir.
Habiburokhman juga menyatakan bahwa penyelesaian kasus penghinaan presiden sebaiknya mengutamakan pendekatan keadilan restoratif sebelum menempuh jalur hukum pidana. Ia berpendapat bahwa dialog dan mediasi merupakan langkah yang lebih baik dalam menangani kasus ujaran. Komisi III DPR RI pun terbuka terhadap berbagai masukan dalam penyusunan RUU KUHAP dan akan terus mengadakan audiensi serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak.
Politikus Partai Gerindra itu juga menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak, termasuk ahli, guru besar, praktisi, dan pimpinan redaksi media massa dalam diskusi mengenai RUU KUHAP. Dengan demikian, diharapkan dapat ditemukan solusi yang lebih progresif dan sesuai dengan tuntutan zaman untuk meningkatkan penegakan HAM bagi orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Komisi III berkomitmen untuk terus membahas RUU KUHAP secara menyeluruh pada masa sidang yang akan datang.