Kendaraan listrik hibrida plug-in, atau PHEV, menjadi topik hangat di Eropa saat ini. Data emisi terbaru yang diterbitkan oleh European Environment Agency (EEA) yang dikutip oleh LSM Transport & Environment (T&E) akan membawa masalah baru terkait kendaraan ini. Meskipun banyak pemilik menyukai PHEV karena penggunaan mesin gas yang mudah dan penghematan bahan bakar yang dijanjikan, penelitian menunjukkan bahwa emisi CO2 yang dihasilkan jauh lebih tinggi daripada angka resmi yang dikeluarkan oleh produsen mobil.
Laporan EEA mengungkapkan bahwa emisi dunia nyata dari PHEV jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka yang dikeluarkan oleh WLTP. Hal ini menunjukkan bahwa PHEV mengeluarkan lima kali lebih banyak karbon dioksida daripada yang diiklankan. Meskipun produsen mobil mengklaim PHEV dapat membantu mengurangi emisi, kenyataannya menunjukkan sebaliknya.
Sebagai contoh, Volvo V90 T8 Recharge 2023 memiliki penghematan bahan bakar yang tidak mungkin dicapai dalam keadaan nyata. Beberapa pemilik PHEV juga melaporkan bahwa angka konsumsi bahan bakar yang diukur jauh berbeda dengan yang diiklankan oleh produsen.
Masalah pengukuran emisi dan konsumsi bahan bakar pada PHEV juga diperparah oleh metode pengujian yang digunakan. Uni Eropa berencana untuk mengubah cara pengujian PHEV agar angka yang diiklankan lebih mendekati kenyataan. Namun, produsen mobil Eropa telah mempermainkan sistem ini untuk menghindari pembayaran denda jika emisi melebihi batas yang ditetapkan.
Meskipun PHEV memiliki peran dalam transisi menuju kendaraan listrik, produsen mobil perlu bertanggung jawab atas informasi yang mereka berikan kepada konsumen. Perubahan peraturan dan praktik yang lebih transparan diperlukan untuk memastikan PHEV benar-benar berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon dioksida. Semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan bagi lingkungan dan pasar kendaraan listrik di masa depan.