Pada tahun 1970-an, ahli kimia ExxonMobil, Stanley Whittingham, menemukan baterai lithium-ion, tanpa menyadari bahwa baterai ini akan menjadi sumber tenaga untuk perangkat seperti iPhone hingga Tesla. Meskipun Exxon kehilangan minat dalam energi terbarukan, perusahaan lain memajukan teknologi lithium-ion. Saat permintaan global terhadap minyak melambat, Exxon kembali berinvestasi dalam energi terbarukan. CEO perusahaan mengumumkan pengembangan grafit sintetis baru yang dapat meningkatkan masa pakai dan kinerja baterai kendaraan listrik.
Exxon mengklaim bahwa grafit baru ini dapat memperpanjang masa pakai baterai hingga 30% dan digunakan dalam anoda baterai EV, membantu baterai tersebut memiliki jangkauan yang lebih jauh dan pengisian yang lebih cepat. Perusahaan juga mengumumkan akuisisi Superior Graphite untuk memperkuat rantai pasokan grafit sintetis di AS. Grafit, bahan anoda dalam baterai lithium-ion, amat penting dalam menyimpan elektron selama pengisian daya.
Exxon menekankan bahwa grafit sintetis menawarkan kualitas yang lebih konsisten dan kurang padat karya. Produksi grafit menggunakan bahan baku karbon dari aliran pemurnian yang ada, mengurangi penggalian dan lebih memanfaatkan produk sampingan industri minyak dan batubara. Meskipun kebijakan energi terbaru pemerintah AS memangkas subsidi untuk energi terbarukan, perusahaan-perusahaan minyak sedang mencari alternatif pendapatan dan berinvestasi dalam sumber energi masa depan.
Exxon juga meluncurkan proyek lithium dalam negeri untuk memasok produsen baterai Korea seperti SK On dan LG Energy Solution. Perusahaan minyak besar lainnya seperti Shell dan BP mengembangkan stasiun pengisian daya mobil listrik. Hal ini menunjukkan bahwa industri minyak sedang beradaptasi dengan perubahan menuju kendaraan listrik.