Kasus 44 Pinjol Naik ke Status Penyelidikan oleh KPPU

by -101 Views

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memasuki tahap penyelidikan terkait kasus 44 pinjaman online (pinjol). Tahap ini dilakukan setelah melalui proses penyelidikan awal sejak tanggal 4 Oktober 2023.

“Dalam tahap penyelidikan ini, KPPU telah menetapkan 44 penyelanggara peer-to-peer (P2P) lending sebagai Terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, terutama pasal 5 yang berkaitan dengan penetapan harga,” kata Direktur Investigasi pada Kedeputian Penegakan Hukum KPPU, Gopprera Panggabean, pada Senin (30/10).

Dalam tahap penyelidikan yang ditetapkan lewat Rapat Komisi pada tanggal 25 Oktober 2023, KPPU akan memanggil pihak-pihak terkait termasuk terlapor, saksi, atau ahli untuk mengumpulkan bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran tersebut.

“Informasinya, KPPU telah menyelesaikan penyelidikan awal mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI),” jelasnya.

Dalam tahap ini, AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan biaya-biaya lainnya (selain biaya keterlambatan) yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari. Suku bunga ini dihitung berdasarkan jumlah pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.

“Pada tahun 2021, besaran tersebut tidak melebihi 0,4% per hari. Setiap anggota AFPI wajib menandatangani pakta integritas yang mengikat mereka untuk tunduk pada pedoman yang dibuat oleh asosiasi tersebut,” ungkapnya.

Dalam penyelidikan awalnya, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi, termasuk permintaan informasi tertulis kepada anggota AFPI dan permintaan keterangan dari lima penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Melalui proses tersebut, KPPU telah memperoleh satu alat bukti dugaan pelanggaran pasal 5 dan memenuhi persyaratan untuk melanjutkan ke tahap penyelidikan,” katanya.

KPPU juga menemukan bahwa tujuan pengaturan AFPI terkait penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan biaya-biaya lainnya adalah untuk melindungi konsumen dari biaya predatory lending, yaitu praktik pemberian pinjaman yang memberlakukan bunga dan biaya yang tidak wajar bagi penerima pinjaman atau tidak mempertimbangkan kemampuan peminjam untuk membayar kembali pinjamannya.

“Proses penyelidikan akan berlangsung tertutup selama 60 hari ke depan, dan ada kemungkinan perpanjangan masa penyelidikan atau penambahan terlapor, tergantung pada bukti yang diperoleh,” jelasnya.

Dalam proses tersebut, KPPU akan membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga yang sama tersebut merupakan hasil kesepakatan di antara mereka.

“Pada dasarnya, dalam pasar yang kompetitif, setiap pelaku usaha P2P lending akan berusaha lebih efisien, sehingga dapat menetapkan suku bunga yang lebih rendah dari pesaingnya dan memberikan berbagai fasilitas dan suku bunga yang beragam bagi konsumen,” tambahnya.