Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar pada Hari Selasa (31/10)

by -178 Views

JAKARTA, Waspada.co.id – Hari ini, Selasa (31/10), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi akan melemah menjelang keputusan The Fed tentang suku bunga.

Menurut Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, rupiah diperkirakan akan dibuka fluktuatif namun ditutup melemah di kisaran Rp15.870 hingga Rp15.950 per dolar AS. Pada Senin (30/10), rupiah ditutup menguat 0,30% di level 15.890 per dolar AS.

Di sisi lain, indeks dolar menguat 0,11% menjadi 106,49. Mata uang Asia lainnya mayoritas mengalami pergerakan yang bervariasi. Mata uang yang menguat terhadap dolar AS antara lain Yen Jepang naik 0,09%, dolar Singapura menguat 0,15%, dolar Taiwan naik 0,10%, won Korea naik 0,35%, peso Filipina naik 0,17%, ringgit Malaysia menguat 0,26%, dan bath Thailand menguat 0,20%.

Sementara itu, mata uang yang melemah antara lain dolar Hong Kong turun 0,01%, rupee India melemah 0,02%, dan yuan China turun 0,01%.

Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa indeks dolar menguat terhadap mata uang lainnya dan masih mempertahankan sebagian besar kenaikannya dari minggu sebelumnya. Hal ini dikarenakan kekhawatiran pasar terhadap keputusan suku bunga The Fed pada hari Rabu dan harga obligasi Treasury AS juga menguat pada hari Senin, masih berada dalam rentang tinggi baru-baru ini.

Sementara itu, pasar masih fokus pada kebijakan Bank of Japan (BOJ). BOJ telah memulai pertemuan kebijakan moneter selama dua hari pada hari Senin, yang juga akan melihat keputusan suku bunga dari Federal Reserve AS atau The Fed dan Bank of England.

Fokus pasar saat ini adalah pada kesimpulan pertemuan BOJ pada hari Selasa, di mana bank sentral tersebut diperkirakan akan mengumumkan perubahan lebih lanjut terhadap kebijakan pengendalian imbal hasil kurva. Hal ini karena bank sentral tersebut sedang berjuang dengan tingkat inflasi yang tinggi.

Para ekonom optimis bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh sebesar 5% meski tengah menghadapi dua konflik geopolitik. Konflik ini menciptakan ketidakpastian dalam dinamika global. Selain konflik Rusia-Ukraina, dunia juga sedang mengalami turbulensi akibat serangan Hamas terhadap Israel yang memicu ketegangan di Timur Tengah.

Pasar komoditas mengalami keterhambatan dalam pasokan. Peningkatan harga minyak berdampak pada berbagai negara. Sektor energi dan pangan merupakan faktor utama penyebab inflasi global. Sebelum adanya konflik ini, tekanan dari inflasi global sudah mulai menurun, namun pertempuran antara Hamas dan Israel mengagetkan dunia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan di balik pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa minggu terakhir. Dia menyebutkan bahwa tekanan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), tingginya defisit anggaran negara, dan situasi politik yang fluktuatif di negara tersebut menyebabkan kenaikan suku bunga yang tinggi, hingga mencapai 5%.

Fenomena ini menyebabkan penarikan dolar AS dari seluruh dunia untuk diinvestasikan kembali ke AS. Akibatnya, indeks dolar AS menguat dan menyebabkan melemahnya mata uang di banyak negara.

Dia menyampaikan hal ini saat Rapat Koordinasi Penjabat Kepala Daerah dalam rangka Pemantapan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pelayanan Publik serta Mengoptimalkan Implementasi Program Strategis Nasional pada Senin (30/10).

Selain di AS, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa tekanan yang besar juga terjadi di negara-negara ekonomi terbesar lainnya seperti China dan Uni Eropa, yang memberikan dampak pada hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Namun, dia menegaskan bahwa situasi Indonesia masih relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain.

“Ini karena APBN bekerja secara luar biasa keras sebagai penyerap kejutan, sehingga tekanan dari luar bisa kita atasi dan tidak langsung melumpuhkan masyarakat,” katanya, seperti yang dikutip melalui unggahan di akun Instagram @smindrawati, Senin (30/10). (wol/bisnis/ari/d1)