Kepemimpinan Letnan Jenderal TNI (Purn) Tarub

by -78 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Pak Tarub adalah lulusan angkatan ’65. Saya pertama kali berinteraksi dengannya secara dekat ketika beliau menarik saya dari Kepala Staf Brigade menjadi komandan Pusdikpassus di Batujajar. Saya menganggap peristiwa ini sebagai sebuah kehormatan.

Saat menarik saya, beliau mengatakan, “Prabowo, coba kau benahi Batujajar. Perbaiki kurikulumnya. Buat tidak kalah dengan pasukan terbaik di dunia.” Misi tersebut yang saya emban, dan dengan dukungan penuh dari beliau, saya melakukan perubahan kurikulum dan sistem latihan di Batujajar.

Sebelum menjabat sebagai komandan Pusdikpassus, saya meninjau beberapa pasukan khusus terbaik di dunia, seperti Delta Force di Amerika, SAS di Inggris, dan GSG9 di Jerman. Setiap saya berkunjung ke pasukan, yang selalu saya cari adalah kurikulum pelatihan dan pendidikan mereka. Dari Pak Tarub, saya belajar bahwa jika kita ingin menilai suatu pasukan, lihatlah kurikulum pendidikan mereka. Hitunglah berapa jam pelajaran mereka belajar taktik, teknik, dan lainnya. Hitunglah berapa butir peluru yang ditembakkan setiap prajurit. Dari situ, kita akan tahu kualitas pasukan itu. Dengan dukungan penuh dari Pak Tarub, saya memperbaiki mutu dan kurikulum pelatihan komando. Alhamdulillah, sekarang setelah sekian puluh tahun saya memonitor, beberapa perubahan yang saya lakukan masih terus diterapkan di Batujajar.

Pak Tarub dikenal sebagai orang yang periang, penuh humor, selalu persuasif, dan jarang marah. Beliau memiliki pribadi yang halus. Beliau disukai oleh atasan, rekan, dan anak buah.

Pak Tarub selalu terlihat di daerah operasi sejak menjadi seorang kapten. Selain hobi menembak, beliau juga gemar melakukan olahraga bela diri.

Beliau sering memberi tugas kepada saya, tetapi setelah memberikan tugas, beliau membiarkan saya menyelesaikan tugas tersebut tanpa terlalu ikut campur tangan. Saya merasakan bahwa banyak senior saya memberi tugas dan perintah, mendukung dengan apa yang dibutuhkan, tetapi tidak mengganggu pelaksanaan tugas itu.

Sifat ini kemudian saya gunakan sebagai cara saya juga dalam memimpin. Saya sering memberi tugas kepada anak buah, dan membiarkan mereka menyelesaikan tugasnya. Tentu saja, saya akan memberikan apa yang diperlukan, tetapi memberikan keleluasaan kepada mereka untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Sebagai seorang lapangan, saya tidak suka jika setiap langkah harus diatur, ditanya, dan diawasi. Saya melihat hal ini sebagai gaya kepemimpinan yang berhasil.

Di satuan-satuan yang aktif dan kuat, pasukan dunia yang hebat, gaya kepemimpinan jenderal-jenderal hebat di luar negeri adalah demikian. Mereka dikenal dengan istilah “mission type order” yang digunakan oleh tentara Jerman dan Amerika. Perintah tersebut cukup memberikan tugas pokok tanpa perlu memberikan detail.

Ini juga yang dilaksanakan oleh Pak Sahala Rajagukguk saat mengendalikan saya pada tahun 1978, dalam operasi mengejar Lobato. “Kamu sampai di sini ini, lanjutkan pengejaran ke koordinat ini. Lalu kamu sudah tahu ya apa yang harus dilakukan. Ketemu lagi berapa hari dari sekarang dengan helikopter ini.” Beliau langsung terbang, tanpa perintah operasi yang bertele-tele. Itu juga yang saya pelajari dari Pak Tarub.

Source link