Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa layanan pertanahan harus dilakukan tanpa diskriminasi untuk seluruh warga Indonesia, termasuk lembaga keagamaan, guna menciptakan kepastian hukum dan mencegah konflik. Kementerian ATR/BPN berkomitmen memberikan pelayanan terbaik tanpa membedakan siapa pun, termasuk lembaga keagamaan. Sertifikasi tanah lembaga keagamaan menjadi fokus penting, di mana pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN secara aktif memastikan kejelasan kepemilikan tanah untuk mencegah konflik di masa depan. Proses pengalihan status tanah dari Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) bagi lembaga keagamaan, seperti masjid, pesantren, gereja, dan lembaga pendidikan, dilakukan dengan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama dan persetujuan Menteri ATR/BPN.
Masalah tumpang tindih surat atau pelepasan hak yang belum tuntas menjadi hambatan dalam pembangunan rumah ibadah, oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN berupaya bekerja sama dengan organisasi keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah, PGI, dan KWI untuk memberikan kepastian hukum atas aset lembaga keagamaan. Dengan adanya kerjasama ini diharapkan dapat menjaga keberlanjutan dan mencegah terjadinya masalah di kemudian hari. Semua langkah tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan rasa kepastian dan mewujudkan kepemilikan tanah yang bersih dan jelas bagi lembaga keagamaan.