PT Pertamina (Persero) telah melakukan akuisisi Participating Interest (PI) di 25 blok migas luar negeri yang tersebar di 13 negara selama 20 tahun terakhir. Acara ini didanai melalui global bond dengan pembelian senilai puluhan miliar dolar AS. Namun, upaya ini telah menimbulkan pertanyaan tentang transparansi, efektivitas, dan manfaat secara langsung bagi kebutuhan energi nasional. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menyatakan kekecewaannya atas fakta bahwa produksi minyak dari PI Pertamina di negara-negara tersebut hanya mencapai 156.000 barel per hari, jauh di bawah harapan. Informasi terkait seberapa banyak minyak yang dipasok ke kilang Pertamina masih dirahasiakan, menyusahkan transparansi.
Yusri juga menyoroti perbandingan dengan Blok Rokan yang diambil alih dari Chevron pada 2018. Meskipun biaya akuisisi Blok Rokan lebih rendah, produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan blok-blok yang diakuisisi di luar negeri. CERI juga kritis terhadap akuisisi saham di perusahaan migas Prancis, Maurel & Prom, yang memiliki aset di beberapa negara Afrika. Pertamina tidak memberikan kontrol penuh terhadap aset produksi migas tersebut, memunculkan kekhawatiran.
Audit investigasi oleh BPK dan KPK menemukan potensi kerugian negara dalam akuisisi Maurel & Prom. Meskipun konfirmasi resmi telah dikirim kepada CEO PT Pertamina Internasional EP (PIEP), Jafee A. Suardin, belum ada tanggapan yang diterima. Publik berhak mengetahui sejauh mana investasi di luar negeri oleh Pertamina berdampak pada kebutuhan energi nasional. Transparansi, akuntabilitas, dan evaluasi secara menyeluruh atas kebijakan akuisisi PI di luar negeri perlu diperhatikan untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik terhadap perusahaan energi terbesar di Indonesia.