Produsen mobil menjadikan serat karbon sebagai solusi untuk menjaga kendaraan tetap ringan namun tetap kuat. Bahan ini sangat diminati oleh produsen mobil sport dan mobil listrik karena daya tahan dan kemampuannya untuk mengurangi berat kendaraan. Namun, ancaman bagi puluhan produsen mobil muncul ketika Uni Eropa mengklasifikasikan serat karbon sebagai “bahan berbahaya” berdasarkan hukum Uni Eropa.
Uni Eropa mencoba menggolongkan serat karbon sebagai bahan berbahaya dalam revisi Petunjuk Kendaraan Akhir Masa Pakai mereka. Alasan di balik pengklasifikasian ini adalah karena Uni Eropa meyakini bahwa filamen serat karbon bisa tersebar di udara dan berpotensi berbahaya jika bersentuhan dengan kulit manusia. Hal ini membuat Uni Eropa menjadi entitas pemerintah pertama di dunia yang menyatakan serat karbon sebagai bahan berbahaya.
Akibatnya, produsen serat karbon di Jepang mengalami penurunan saham yang signifikan setelah pengumuman dari Uni Eropa. Perusahaan-perusahaan seperti Teijin, Toray Industries, dan Mitsubishi Chemical, yang menguasai mayoritas pasar manufaktur serat karbon global, diprediksi akan terkena dampak yang cukup besar. Produsen mobil sport, supercar, dan kendaraan listrik seperti BMW, Hyundai, Lucid, dan Tesla juga terancam karena mereka menggunakan serat karbon dalam konstruksi kendaraan mereka.
Meskipun larangan terhadap serat karbon berpotensi merugikan industri ini, tetapi pada tahun 2024 industri serat karbon diproyeksikan bernilai $5,5 miliar. Hal ini berarti kemungkinan akan ada perlawanan dari sektor pesawat terbang dan industri otomotif sebelum amandemen tersebut benar-benar berlaku. Itulah beberapa dampak dan reaksi pasar terhadap usulan larangan penggunaan serat karbon yang diusulkan oleh Uni Eropa.